Assalamualaikum. Selamat Datang di Blog Komunitas Sosial Peduli Masjid (KSPM)

Antara Rokok dan Kurban


[KSPM] - Sebenarnya tulisan ini nyambung-nyambung tulisannya Bung Darwis Tere Liye. Ia mengatakan aneh jika ada orang yang menghabiskan pulsa lebih dari 100 ribu rupiah per bulan tapi tidak bisa berkurban.
Saya memakai metode analisis yang sama, begitupun dengan semua argumen yang ada. Marilah kita bandingkan antara kurban dengan rokok. Dan rasanya jauh lebih aneh dengan hal ini, yaitu orang mampu merokok lebih dari satu bungkus sehari, tetapi tidak pernah berkurban dengan alasan tidak mampu.
Alasan saya memilih menghubungkan dengan rokok karena saya melihat banyak sekali orang merokok. Bukan hanya golongan menengah ke atas saja seperti yang ada di catatan Bung Darwis. (Sebenarnya banyak hal lain yang dipaksakan sebagai kebutuhan pokok, kan?). Akhirnya, saya googlingke sana ke mari untuk mencari anggaran belanja rokok penduduk Indonesia. Hasilnya, saya memperoleh angka yang cukup fantastis yaitu 100 triliyun pada tahun 2011.
Bayangkan. Seratus triliyun yang kurang lebih 1/16 APBN Indonesia dan diperkirakan tahun ini akan naik kira-kira 10 persen dihabiskan untuk rokok. Saya jadi berpikir, pantas saja semua acara bola yang ada di Indonesia disponsori oleh perusahaan rokok. Konser-konser musik juga oleh rokok, dan masih banyak yang lain. Iklan rokok yang tayangnya pukul 10 malam ke atas saja keren-keren. Durasinya selalu panjang.
Harga kambing yang sudah memenuhi syarat untuk dikurbankan kira-kira hanya 1,25 juta untuk tahun ini. Andai saja konsumsi rokoknya dikurangi 10% saja digunakan untuk kurban, coba hitung jumlah kambing yang bisa dikurbankan tiap tahun oleh penduduk Indonesia? Tentu dengan kalkulator kita akan mudah menemukan jawabannya. Angka 10% ini saya ambil dengan asumsi kasar saja, hanya golongan yang mampu merokok lebih dari 1 bungkus saja dalam sehari dan muslim (penduduk muslim Indonesia lebih dari 80% dan anggap saja sebaran perokoknya merata).
Bisa kita bayangkan dampak sosial ekonomi dari 10% ini, kan? Saya cukup yakin jika berkurban ini sudah menjadi prioritas (selain zakat), maka rasa-rasanya Indonesia ini bakalan lebih kuat secara ekonomi dan pangan, bakalan bisa lebih mandiri. Saya ingat sekali waktu masih bersekolah di SMA Semesta Semarang (salah satu sekolah yang bekerjasama dengan Yayasan Pasiad Turki). Kesadaran muslim Turki sudah jauh lebih baik dari kita soal berkurban, sehingga sekolah saya waktu itu menerima impor daging kurban orang Turki. Terlalu banyak daging kambing hasil kurban orang Turki, maka saya menjadi eneg dengan bau daging kambing, haha.
Saya di sini tidak sedang berbicara mengenai halal haram rokok atau bahaya kesehatan dari rokok. Kedua hal itu bukan bidang poin saya menulis ini. Jelaslah jika kita berkurban dengan ikhlas, maka balasan di akhirat akan jauh-jauh lebih besar daripada 10% uang rokok yang dihabiskan oleh masing-masing orang tersebut? Toh, hanya 10% yang tentu tidak akan begitu merugikan petani tembakau dan segala hal yang berkaitan dengan pabrik rokok, iya, kan?
Anyway, selamat berkurban.
Oleh : Imamal Muttaqien, pegiat unit literasi Aksara Salaman ITB (www.salmanitb.com)

Postingan populer dari blog ini

ZAKAT MEMBEBASKAN

AIR BERSIH PROGRAM UNTUK BANTU KEKERINGAN

SEMARAK IDUL ADHA 1433 H DI MASJID AL HURRIYYAH